BIOSTRATIGRAFI
(selukbeluk
pendahuluan biostratigrafi)
Dalam buku SSI , yang merupakan
turunan Code of Stratigraphy Nomenclature, diperkenalakan macam stratigrafi
yang meliputi Biostratigrafi, Lithostratigrafi, Chronostraatigrafi, dan
Geochornology. Dalam aplikasi praktis yang paling
banyak dimanfaatkan adalah lithostratigrafi dan Biostratigrafi. Untuk pembuatan peta geologi dimanfaatkan konsep
lithostratigrafi, yaitu penyusunan staritigrafi yang didasarkan pada variasi
litologi yang dijumpai dilapangan. Berdasarkan atas kesamaan variasi
litologi beberapa penampang stratigrafi terukur di lapangan dalam suatu
cekungan sedimentasi, dapat diketahui “larinya’’ suatu Formasi batuan, apakah
mempunyai tebal yang sama dan menerus, merupakan lapisan yang membaji atau
berbentuk seperti lensa.
Biostratigrafi,
yang dasar penyusunannya memanfaatkan fosil data utamanya. Pengalaman penyusunan biostratigrafi membuktikan bahwa ketelitian
penyusunan biostratigarfi sangat tergantung dari jenis fosil yang digunakan.
Biostartigrafi
terutama untuk mengetahui biozona (zona) yang mengandung cebakan hidrokarbon,
sebagai salah satu komponen dalam melakukan korelasi paleontology, baik dalam
satu cekungan sedimentasi ataupun antar cekungan sedimentasi yang berdekatan.
Keberadaan fosil makro ternyata tidak merata di seluruh lapisan bataun
sedimen, disamping fosil makro mudah rusak
oleh pengaruh eksogen sehingga dalam proses determinasi lebih banyak kurang
memuaskan.
Studi mengenai mikropaleontologi,
sejalan dengan penelitian foraminifera, yang
diawali oleh Alcide d Orbigny (1802-1875), seorang paleontologist Perancis,
diikuti dengan studi
mengenai ostarcoda oleh Christian Goltfied Ehrenberg seorang paleontologist
Jerman. Istilah micropalentologi pertama kali
diperkenalkan oleh Ford pada tahun 1883, dalam penelitiannya tentang Bryozoa.
Microfosil dalam core samples yang selanjutnya
dimanfaatkan untuk menentukan umur geologi oleh W.Dames dan L.G. Bornemann, Jr
1874), dilanjutkan oleh Karrer, telah
membuka pandangan baru tentang manfaat mikrofosil. Pembelajaran
secara sistematika dari beberapa core samples hasil pemboran diawali oleh
Grzybowsky (1897), seorang paleontologist Polandia, telah mampu membuka
cakrawala baru, pemanfaatan mikrofosil dalam industry jasa eksplorasi.
Fosil mikro,
disamping dijumpai dalam jumlah cukup banyak, juga hampir selalau didapatkan
pada semua lapisan sedimen. Beberapa pertimbangan, pemanfaatan fosil
mikro untuk menyusun biostratigrafi antara lain :
·
Di dalam satuan volume handspeciesmen yang sama, akan dijumpai
fosil mikro yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan keberadaan fosi makro.
·
Selain itu, fosil mikro yang didapatkan pada umumnya masih dalam
keadaan baik, sehingga memudahkan dalam melakukan determinasi, sebaliknya fosil
makro, pada umumnya ditemukan sudah dalam keadaan rusak, pecah-pecah, sehingga
mengakibatkan kita kesulitan dalam melakukan determinasi.
Oleh karenanya, saat sekarang paleontologist dalam menyusun
biostartigrafi lebih tetarik memanfaatkan fosil mikro. Perkembangan alat-alat
laboratorium paleontology ditunjang dengan penemuan scening electrone
micrograph yang mampu memperbesar lapanga pandang hingga lebih dari seribu
kali. Disamping itu alat ini dapat dipakai untuk memotret, sehingga sangat
membantu dalam menyusun biostratigrafi dengan memanfaatkan fosil mikro. Timbul pertanyaan
mendasar, apakah semua jenis fosil dapat dimanfaatkan untuk menyusun
biostratigrafi ?