MENGEJAR
API, MELAWAN ASAP: STOP KEBAKARAN HUTAN SEKARANG!
Saat
kita diam dan membiarkan kejahatan terjadi di depan mata kita, secara
tidak langung kita menyetujuinya (Sumber
: Greenpeace, 2014)
PENDAHULUAN
Di seluruh dunia,
hutan-hutan alami sedang dalam krisis. Tumbuhan dan binatang yang
hidup didalamnya terancam punah. Dan banyak manusia dan kebudayaan
yang menggantungkan hidupnya dari hutan juga sedang terancam. Tapi
tidak semuanya merupakan kabar buruk. Masih ada harapan untuk
menyelamatkan hutan-hutan tersebut dan menyelamatkan mereka yang
hidup dari hutan. Hutan purba dunia sangat beragam. Hutan-hutan ini
meliputi hutan boreal-jenis hutan pinus yang ada di Amerika Utara,
hutan hujan tropis, hutan sub tropis dan hutan magrove. Hutan-hutan
itu dapat menjaga sistem lingkungan yang penting bagi kehidupan di
bumi. Mereka mempengaruhi cuaca dengan mengontrol curah hujan dan
penguapan air dari tanah. Mereka juga membantu menstabilkan iklim
dunia dengan menyimpan karbon dalam jumlah besar yang jika tidak
tersimpan akan berkontribusi pada perubahan iklim. Hutan-hutan purba
itu adalah rumah bagi jutaan orang rimba yang untuk bertahan hidup
bergantung dari hutan-baik secara fisik maupun spiritual. Hutan-hutan
tersebut juga merupakan rumah bagi duapertiga dari spesies tanaman
dan binatang di dunia. Yang berarti ratusan ribu tanaman dan pohon
yang berbeda jenis dan jutaan serangga-masa depan yang juga
bergantung pada hutan-hutan purba. Hutan-hutan purba yang menakjubkan
ini berada dalam ancaman. Di Brazil saja, lebih dari 87 kebudayaan
manusia telah hilang; pada 10 hingga 20 tahun kedepan dunia nampaknya
akan kehilangan ribuan spesies tanaman dan binatang. Tapi ada
kesempatan terakhir untuk menyelamatkan hutan-hutan ini dan
orang-orang serta spesies yang tergantung padanya.
Indonesia merupakan
salah satu Negara tropis yang memiliki wilayah hutan terluas kedua di
dunia. Keberadaan hutan ini tentunya merupakan berkah tersebdiri.
Hutan merupakan ekosistem alamiah yang keanekaragaman hayatinya
sangat tinggi. Keberadaan hutan di Indonesia sangat penting tak hanya
untuk bangsa Indonesia tetapi juga bagi semua makhluk hidup di bumi.
Hutan di Indonesia sering dijuluki sebagai paru-paru dunia. Hal ini
wajar mengingat jumlah pepohonan yang ada di dalam kawasan hutan ini
bisa mendaur ulang udara dan menghasilkan lingkungan yang lebih sehat
bagi manusia. Sayangnya, akhir-akhir ini kebakaran hutan di Indonesia
semakin sering terjadi. Penyebabnya bisa beragam yang dibagi ke dalam
dua kelompok utama, alam dan campur tangan manusia. Menurut data
statistik, kebakaran hutan di Indonesia sebanyak 90 % disebabkan oleh
manusian dan selebihnya adalah kehendak alam.
MUSIM
PEMBAKARAN HUTAN
Kita semua sadar
bahwa pembakaran hutan dan lahan adalah menu tahunan industri
kehutanan dan perkebunan di Indonesia. Disebut pembakaran, bukan
kebakaran, karena lebih banyak ditemukan unsur kesengajaannya. Hutan
Indonesia masuk dalam kategori hutan hujan basah yang tidak
memungkinkan bagi hutan terbakar dengan sendirinya. Dalam banyak
kasus, kawasan yang terbakar adalah kawasan yang telah dibersihkan
(landclearing) sebagai proses persiapan pembangunan perkebunan. Api
yang tidak terkendali kemudian memasuki hutan skunder yang memiliki
vegetasi kurang dari 20 m3/ha.
Dengan tipe hutan yang kita miliki pula, serasah yang muncul jauh
lebih sedikit dibanding tipe hutan seperti Eropa dan Amerika.
Munculnya serasah disebabkan semakin luasnya tutupan hutan alam yang
terbuka akibat penebangan yang merusak. Kebakaran hutan tidak akan
mungkin terjadi bila tidak dipantik oleh api diatas serasah.
Pembakaran hutan sendiri merupakan buah dari kesalahan kebijakan dan
pengelolaan hutan dan lahan di Indonesia. Dosa turunan ini dimulai
sejak 1980 an, ketika industri perkebunan mulai menggeliat dan mulai
mempraktekkan budaya tebang, imbas dan bakar, yang akhirnya menjadi
ritme keseharian industri kehutanan dan perkebunan di Indonesia, dan
menjadikan asap sebagai menu tahunan masyarakat.
Bila ditarik benang
merah, pembakaran hutan dan lahan adalah sebuah symptom dari
memburuknya kesehatan hutan alam akibat eksploitasi hutan secara
masif sejak 1970 an. Blunder pengelolaan hutan inilah yang menjadi
penyebab utama rusaknya hutan alam yang ada disamping sebagai
penyebab utama kebakaran hutan dan lahan.
Pusat Data Informasi
dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperkirakan
area yang terbakar di Riau meliputi sekitar 2.398 hektar kawasan
konservasi yang terdiri atas 922,5 hektar Suaka Margasatwa Giam Siak
Kecil, 373 hektar Suaka Margasatwa Kerumutan, 80,5 hektar Taman
Wisata Alam Sungai Dumai, 95 hektar Taman Nasional Tesso Nilo, 9
hektar Cagar Alam Bukit Bungkuk, dan 867,5 hektar area penggunaan
non-kawasan hutan terbakar.
Sebanyak 75 persen
titik kebakaran terjadi di lahan gambut dan hal tersebut berhubungan
dengan keringnya udara di Riau yang berpotensi menyebabkan titik api
yang sebelumnya sudah mengecil di bawah gambut kembali terbakar. Ada
yang berkata hal itu disebabkan karena gejala el nino. El Nino memang
berhubungan dengan kekeringan dan kebakaran hutan. Namun patut
digaris bawahi bahwa el Nino bukan penyebab kebakaran hutan melainkan
necessary
condition
terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Patut digarisbawahi pula bahwa
upaya menyalahkan perladangan tradisional gilir balik adalah sangat
tidak beralasan sama sekali. Hal ini bisa kita lihat dan pahami bahwa
kegiatan tradisional tersebut telah lama diakukan oleh masyarakat
namun belum pernah terjadi seperti ini. Meskipun pada masa itu juga
telah terjadi el Nino. Sejak tahun 2001 hingga Mei 2006 diketahui
bahwa kebakaran pada lahan-lahan milik masyarakat hanya mencapai 18,1
persen dari total keseluruhan wilayah yang terbakar. Dari angka itu,
kurang separuhnya terjadi pada lahan-lahan pertanian milik masyarakat
yang menerapkan sistem rotasi pertaniannya. Sisanya lagi di
kawasan-kawasan eks HPH yang ditinggalkan begitu saja oleh pemiliknya
kemudian digunakan oleh masyarakat.
Bukti-bukti bahwa
konsesi perkebunan dibersihkan dengan cara bakar sebetulnya sudah
bisa dilihat indikasinya di lapangan. Tanpa harus menemukan sekaleng
bensin dan sebatang korek api, tumpukan kayu yang disusun
berjalur-jalur sebetulnya sudah mengindikasikan bahwa kawasan
tersebut sedang dalam persiapan pembersihan lahan dengan metode
bakar. Metode ini paling sering digunakan oleh perusahaan untuk
mendapatkan hasil yang efektif dan juga sebagai salah satu upaya
meminimalisir penyebaran api yang lebih luas.
Kasus di atas
hanyalah cuplikan dari permasalahan berkepanjangan kebakaran hutan
dan lahan di Indonesia yang terjadi hampir setiap tahun dalam satu
dekade terakhir. Kebakaran hutan dan lahan paling banyak disebabkan
oleh perilaku manusia, baik disengaja maupun akibat kelalaian mereka.
Hanya sebagian kecil saja yang disebabkan oleh alam (petir atau lava
gunung berapi). Penyebab
kebakaran oleh manusia dapat dirinci sebagai berikut:
1. Konversi
lahan, yang disebabkan oleh kegiatan penyiapan (pembakaran) lahan
untuk
pertanian, industri,
pembuatan jalan, jembatan, bangunan, dan lain-lain.
2. Pembakaran
vegetasi, yang disebabkan oleh kegiatan pembakaran vegetasi yang
disengaja namun
tidak terkendali sehingga terjadi api lompat, misalnya pembukaan
hutan tanaman industri (HTI) dan perkebunan, atau penyiapan lahan
oleh masyarakat.
3. Pemanfaatan
sumber daya alam, yang disebabkan oleh aktivitas seperti pembakaran
semak-belukar dan
aktivitas memasak oleh para penebang liar atau pencari ikan di dalam
hutan;
4. Pemanfaatan
lahan gambut, yang disebabkan oleh aktivitas pembuatan kanal atau
saluran tanpa
dilengkapi dengan pintu kontrol yang memadai air sehingga menyebabkan
gambut menjadi kering dan mudah terbakar;
5. Sengketa
lahan, yang disebabkan oleh upaya masyarakat lokal untuk memperoleh
kembali hak-hak
mereka atas lahan atau aktivitas penjarahan lahan yang sering
diwarnai dengan pembakaran.
DAMPAK
& PANANGULANGAN PEMBAKARAN/ KEBAKARAN HUTAN
Dampak
1.Emisi gas karbon
ke atmosfer sehingga meningkatkan pemanasan global;
2.Hilangnya habitat
bagi satwa liar sehingga terjadi ketidakseimbangan ekosistem
3.Hilangnya
pepohonan yang merupakan penghasil oksigen serta penyerap air hujan
sehingga terjadi
bencana banjir, longsor, dan kekeringan;
4.
Hilangnya bahan baku
industri yang akan berpengaruh pada perekonomian
5. Berkurangnya
luasan hutan yang akan berpengaruh pada iklim mikro (cuaca
cenderung panas)
6. Polusi
asap sehingga mengganggu aktivitas masyarakat dan menimbulkan
berbagai penyakit
pernafasan; dan
7. Penurunan
jumlah wisatawan
Penangulangan
Sebelum Terjadi Kebakaran
Berikut ini beberapa
hal
penting
yang harus dilakukan:
1. Membuat menara
pengamat yang tinggi berikut alat telekomunikasi.
2. Melakukan patroli
keliling hutan secara rutin untuk mengatasi kemungkinan
kebakaran.
3. Menyediakan
sistem transportasi mobil pemadam kebakaran yang siap digunakan.
4. Melakukan
pemotretan citra secara berkala, terutama di musim kemarau untuk
memantau wilayah
hutan dnegan titik api cukup tinggi yang merupakan rawan
kebakaran.
Penangulangan
Pada Saat Terjadi Kebakaran Hutan
1. Melakukan
penyemprotan air secara langsung apabila kebakaran hutan bersekala kecil.
2. Melakukan
penyemprotan air secara merata dari udara dengna menggunakan
helikopter atau
pesawat udara.
3. Membuat hujan
buatan, dengan teknologi modifikasi cuaca.
PENEGAKAN
KEBIJAKAN HUKUM
Instrumen
Hukum Internasional
1. The
Geneva Convention on The Long-Range Transboundary Air Pollutan, 1979
(Konvensi Geneva
1979) : pasal 2 menyebutkan bawa mewajibkan Negara-negara peserta konvensi
untuk berusaha menekan serendah mungkin, secara bertahap mengurangi dan
mencegah pencemaran udara termasuk pencemaran udara lintas batas.
2. Asean
Agreement on The Conservation of Nature and Natural Resources, 1985
(ASEAN ACNN) :
selain kerangka hukum kerjasama bidang konservasi alam dan sumber daya alam
tetapi memuat juga kewajiban negara-negara ASEAN untuk mencegah kebakaran
hutan sebagaimana yang tercermin dalam pasal 6 ayat (1) dan 3. Resolusi Singapore 1992 : Menegaskan dan memperkuat kerjasama dibidang bencana alam, pencemaran udara dan air lintas batas, tumpahan minyak, pembuangan limbah berbahaya dan kebakaran hutan.
5. ASEAN
Cooperation Plan on Transboundary Pollutan, 1995 (ASEAN CPTP) : memuat 3 program dan
salah satunya mengenai pencemaran udara lintas batas.
Pearturan
Perundang-undangan Indonesia nomor 18 tahun 2013 Tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
1. Pasal
1 point 3, Perusakan hutan adalah proses, cara, atau perbuatan
merusak hutan melalui kegiatan pembalakan liar, penggunaan kawasan
hutan tanpa izin atau penggunaan izin yang bertentangan dengan
maksud dan tujuan pemberian izin di dalam kawasan hutan yang telah
ditetapkan, yang telah ditunjuk, ataupun yang sedang diproses
penetapannya oleh Pemerintah.
2. Pasal
3a. menjamin kepastian hukum dan memberikan efek jera bagi pelaku
perusakan hutan;
3. Pasal
3b. menjamin keberadaan hutan secara berkelanjutan dengan tetap
menjaga kelestarian dan tidak merusak lingkungan serta ekosistem
sekitarnya.
4. Pasal
58 (1) Masyarakat berhak atas: a. lingkungan hidup yang baik dan
sehat, termasuk kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan oleh
hutan.
Berdasarkan
pemikiran sebagaimana diuraikan di atas, upaya pemberantasan
perusakan hutan melalui undang-undang tersebut harus dilaksanakan
dengan mengedepankan asas keadilan dan kepastian hukum,
keberlanjutan, tanggung jawab negara, partisipasi masyarakat,
tanggung gugat, prioritas, serta keterpaduan dan koordinasi.
Selanjutnya, pembentukan undang-undang tersebut selain memiliki aspek
represif juga harus mempertimbangkan aspek restoratif, yang
bertujuan untuk:
a. memberikan
payung hukum yang lebih tegas dan lengkap bagi aparat penegak hukum untuk melakukan
pemberantasan perusakan hutan sehingga mampu memberi efek jera bagi
pelakunya;
b. meningkatkan
kemampuan dan koordinasi aparat penegak hukum dan pihak-pihak
terkait melalui lembaga pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan
dalam upaya pemberantasan perusakan hutan.
c. meningkatkan
peran masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan terutama sebagai
bentuk kontrol sosial pelaksanaan pemberantasan perusakan hutan;
d. mengembangkan
kerja sama internasional dalam rangka pemberantasan perusakan hutan
secara bilateral, regional, ataupun multilateral; dan
e. menjamin
keberadaan hutan secara berkelanjutan dengan tetap menjaga
kelestarian dan tidak merusak lingkungan serta ekosistem sekitarnya
guna mewujudkan masyarakat sejahtera
HIMBAUAN
UNTUK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Terkait kebakaran
hutan dan lahan akibat sengketa lahan, reformasi kebijakan
pengelolaan hutan dan lahan sangat diperlukan. Pengkajian ulang izin
pemanfaatan hutan dan lahan yang tumpang tindih harus segera
dilakukan, terutama pada lahan-lahan yang bertumpang tindih dengan
tanah ulayat masyarakat adat. Selama sengketa lahan belum
terselesaikan, kemungkinan terjadinya kebakaran hutan dan lahan akan
terus berulang dan juga peraturan perundang-undangan yang ada belum
secara tegas mengatur tindak pidana perusakan hutan yang dilakukan
secara terorganisasi. Oleh karena itu, diperlukan payung hukum dalam
bentuk undang-undang agar perusakan hutan terorganisasi dapat
ditangani secara efektif dan efisien serta pemberian efek jera kepada
pelakunya. Setidaknya didalam paying hukum memuat hal-hal seperti
berikut :
1. Menyetop
pengeluaran izin baru bagi konversi lahan, utamanya pada kawasan
yang memiliki tutupan
hutan.
2. Mengeluarkan
peraturan perundangan yang melarang dengan tegas dan memuat
sanksi baik terhadap
perusahaan yang menggunakan metode bakar, maupun yang konsesinya terbakar.
3. Mencabut
seluruh izin usaha bagi perusahaan-perusahaan yang menggunakan
metode bakar dalam proses
land
clearing.
4. Memberlakukan
hukuman bagi PENJAHAT LINGKUNGAN dengan proporsional
5. Menyusun Pedoman
Pembukaan Lahan Tanpa Bakar yang sifatnya tegas, jelas dan
mudah dipahami
oleh masyarakat awam sekalipun
6. Memberlakukan
insentif ekonomi sebagai ransangan kepada perusahaan yang
melakukan land
clearing tanpa metode bakar.
(Ada
yang lebih penting dari sekedar melakukan pekerjaan dengan baik,
yaitu bekerja dengan sikap mulia)
PENUTUP
Pagar
yang paling aman ialah ketika hutan menghijau mengelilingi kita
GREENPEACE
UNSTOPABLE
SAVE
FOREST INDONESIA TO SAVE GENERATION
www.100persenindonesia.org
Referensi
UU
Indonesia nomor 18 tahun 2013 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
WAHLI.
Kebakaran
Hutan
www.
Ekosistem-ekologi.blogspot.com Penyebab dan dampak kebakaran hutan di
Indonesia
WWF
Indonesia. Forest
and land fires
www.wikipedia.com
Kebakaran Hutan